A. Latar Belakang
Kebebasan beragama
merupakan salah satu hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia di dunia dalam
rangka mencari Tuhannya. Kebebasan beragama ini memiliki empat aspek, yaitu
kebebasan nurani , kebebasan mengekspresikan keyakinan agama, kebebasan
melakukan perkumpulan keagamaan, dan Kebebasan melembagakan keyakinan
keagamaan.
Kebebasan dan
toleransi merupakan dua hal yang sering kali dipertentangkan dalam kehidupan
manusia, secara khusus dalam komunitas yang beragam. Persoalan tersebut menjadi
lebih pelik ketika dibicarakan dalam wilayah agama.
Kebebasan beragama
dianggap sebagai sesuatu yang menghambat kerukunan (tidak adanya toleransi),
karena dalam pelaksanaan kebebasan, mustahil seseorang tidak menyentuh
kenyamanan orang lain. Akibatnya, pelaksanaan kebebasan menghambat jalannya
kerukunan antarumat beragama.
Demikian juga
sebaliknya, upaya untuk merukunkan umat beragama dengan menekankan toleransi
sering kali dicurigai sebagai usaha untuk membatasi hak kebebasan orang lain.
Toleransi dianggap sebagai alat pasung kebebasan beragama.
Kebebasan beragama
pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antarumat beragama.
Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antarumat beragama.
Akan
tetapi, toleransi antarumat beragama adalah cara agar kebebasan
beragama dapat terlindungi dengan baik. Keduanya tidak dapat diabaikan. Namun,
yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya, yaitu penekanan
kebebasan yang mengabaikan toleransi dan usaha untuk merukunkan dengan
memaksakan toleransi dengan membelenggu kebebasan. Untuk dapat mempersandingkan
keduanya, pemahaman yang benar mengenai kebebasan bergama dan
toleransi antarumat beragama merupakan sesuatu yang penting.
Kebebasan beragama
adalah hak setiap manusia. Hak yang melekat pada manusia karena ia adalah
manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, tidak ada seorang pun
yang boleh mencabutnya. Negara pun tidak berhak merampas hak tersebut dari
setiap individu.
Dalam hubungannya
dengan agama dan kepercayaan, toleransi berarti menghargai, membiarkan,
membolehkan kepercayaan, agama yang berbeda itu tetap ada, walaupun berbeda
dengan agama dan kepercayaan seseorang. Toleransi tidak berarti bahwa seseorang
harus melepaskan kepercayaannya atau ajaran agamanya karena berbeda dengan yang
lain, tetapi mengizinkan perbedaan itu tetap ada.
Sikap agama yang
lebih moderat, tidak hanya dituntut ada dalam agama Islam, tetapi pada semua
agama yang ada di Indonesia. Agama-agama harus menyadari bahwa dunia semakin
heterogen. Jadi tidak mungkin lagi untuk memimpikan kehidupan beragama yang
homogen. Diskriminasi yang dialami oleh agama-agama tidak perlu menimbulkan
semangat balas dendam, karena biasanya diskriminasi agama tidak berasal dari
agama itu sendiri, melainkan dipengaruhi faktor lain.
Agama dalam
pelaksanaan misinya tidak boleh lagi bersikap tidak peduli dengan agama-agama
lain. Kemajauan suatu agama tidak boleh membunuh kehidupan agama-agama yang ada
di Indonesia.
Toleransi dan
kerukunan hidup umat beragama antara Islam dan
non Islam, telah diperaktekan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya, pada
waktu itu Rasulullah memimpin negara Madinah, beliau sebagai
kepala negara dari komunitas negaranya, terdiri atas penganut Islam, Yahudi dan
Nasrani,
beliau memimpin masyarakat majemuk.
Dengan piagam
Madinah
sebagai konstitusinya. Piagam Madinah memuat
pokok-pokok kesepakatan.
Secara
sosiologis, hukum merupakan refleksi tata nilai yang diyakini oleh masyarakat
sebagai suatu pranata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini
berarti, hukum seharusnya menangkap aspirasi masyrakat yang tumbuh dan
berkembang, bukan hanya soal kekinian tetapi juga menjadi acuan dalam
mengantisipasi perkambangan social, ekonomi, politik dimasa depan.
Dalam prespektif Islam, hukum akan mengarahkan ke berbagai perubahan
sosial masyarakat. Hal ini mengingat bahwa hukum Islam mengandung dua dimensi,
yaitu:
1.Hukum Islam dalam kaitannya dengan
syari'at yang berakar pada nash qath'i berlaku universal dan menjadi asas
pemersatu serta mempolakan arus utama aktivitas umat Islam sedunia.
2.
Hukum
Islam yang berakar pada nas zhanni yang merupakan wilayah ijtihadi yang
produk-produknya kemudian disebut dengan fiqhi.
Di
Indonesia, sebagaimana negeri-negeri lain yang mayoritas penduduknya beragama
Islam, keberdayaannya telah sejak lama memperoleh tempat yang layak dalam
kehidupan masyarakat seiring dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, dan
bahkan pernah sempat menjadi hukum resmi Negara.
Setelah
kedatangan bangsa penjajah (Belanda) yang kemudian berhasil mengambil alih
seluruh kekuasaan kerajaan Islam tersebut, maka sedikit demi sedikit hukum
Islam mulai dipangkas. Sampai
akhirnya yang tertinggal-selain ibadah-hanya sebagian saja dari hukum keluarga
(nikah, talak, rujuk, waris) dengan Pengadilan Agama sebagai pelaksananya.
Meskipun
demikian, hukum Islam masih tetap eksis, sekalipun sudah tidak seutuhnya.
Secara sosiologis dan kultural, hukum Islam tidak pernah mati dan bahkan selalu
hadir dalam kehidupan umat Islam dalam sistem politik apapun, baik masa kolonialisme
maupun masa kemerdekaan serta sampai masa kini.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian hukum Islam?
2.
Bagaimana latar belakang munculnya
teori-teori hukum Islam di Indonesia?
3.
Apa saja teori – teori hukum
Islam yang berlaku di Indonesia?
4.
Apa pengaruh teori – teori
hukum Islam terhadap Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian
hukum Islam.
2. Mengetahui
latar belakang munculnya teori-teori hukum Islam di Indonesia.
3. Mengetahui
teori-teori hukum yang berlaku di Indonesia.
4. Menjelaskan
pengaruh teori-teori tersebut terhadap hukum Islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam adalah
hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam. Dasar
hukum Islam adalah Al-Qur’an, Al-Hadist,
Ijma’, Qiyas, dan Ijtihad. Hukum ini mengatur berbagai hubungan, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan dirinya sendiri,hubungan manusia
dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan benda dalam masyarakat serta
alam sekitarnya (Mohammad Daud Ali, 1996: 39).
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an selain sebagai kitab suci umat Islam, juga dijadikan sebagai sumber hukum
utama dalam ajaran Islam. Kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui perantara Malaikat Jibril ini berisi berbagai kandungan mulai dari
perintah, anjuran, larangan, ketentuan, dan lain-lain.
2. Al-Hadist
Al-Hadist merupakan segala sesuatu yang
berlandaskan pada ajaran Rasulullah SAW baik perkataan, perilaku, persetujuan,
dan sifat yang beliau contohkan. Hadis juga merupakan sumber acuan hukum Islam
terkuat kedua setelah Al-Quran.
3. Ijma’ Ulama
Ijma’ ulama adalah kesepakatan dari
para ulama yang mengambil kesimpulan berdasarkan dalil-dalil yang terdapat pada
Al-Quran dan Al-Hadist. Para ulama mengambil langkah ini
karena perkara atau kasus yang ada tidak dijelaskan secara terperinci baik di
dalam Al-Quran maupun Al-Hadist. Yang menjadi penting adalah hasil
Ijma’ yang dilakukan oleh para ulama tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai Al-Quran
dan Al-Hadist.
4. Qiyas
Qiyas adalah menjelaskan sesuatu yang
tidak mempunyai dalil nashnya dalam Al-Quran maupun Al-Hadist yang dilakukan
dengan cara membandingkan sesuatu yang serupa atau hampir sama dengan sesuatu
yang hendak diketahui hukumnya tersebut dan sudah jelas hukumnya di Al-Quran
maupun Al-hadist. Misalnya, dalam Al-Quran
dijelaskan bahwa segala sesuatu yang dapat memabukkan adalah haram hukumnya.
5. Ijtihad
usaha
yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang
sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas
dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan
pertimbangan matang
B. Latar Belakang Munculnya Teori Hukum Islam
Islam
telah diterima oleh bangsa Indonesia jauh sebelum penjajah datang ke Indonesia. Waktu penjajah Belanda
datang ke Indonesia (Hindia Belanda), bangsa Indonesia telah menyaksikan
kenyataan bahwa di Hindia Belanda telah menganut sistem hukum, yaitu agama yang
dianut di Hindia Belanda, seperti Hukum Islam, Hindu Budha, dan Nasrani serta
hukum adat bangsa Indonesia.
Berlakunya hukum Islam bagi sebagian besar penduduk
Hindia Belanda, berkaitan dengan munculnya
kerajaan-kerajaan Islam setelah runtuhnya Majapahit pada sekitar tahun 1581.
Walaupun pada mulanya kedatangan Belanda yang notabene beragama Kristen Protestan ke Indonesia tidak ada kaitannya dengan masalah hukum (agama), namun pada perkembangan selanjutnya, berkaitan dengan kepentingan penjajah, akhirnya mereka tidak bisa menghindari persentuhan masalah hukum dengan penduduk pribumi.
Walaupun pada mulanya kedatangan Belanda yang notabene beragama Kristen Protestan ke Indonesia tidak ada kaitannya dengan masalah hukum (agama), namun pada perkembangan selanjutnya, berkaitan dengan kepentingan penjajah, akhirnya mereka tidak bisa menghindari persentuhan masalah hukum dengan penduduk pribumi.
Berhubungan
dengan masalah hukum adat di Indonesia dan hukum agama bagi masing-masing
pemeluknya, munculah beberapa teori-teori hukum diantaranya adalah teori
Receptio In Complexu dan teori Receptie yang muncul sebelum kemerdekaan
Indonesia. Tiga teori lainnya, yaitu teori Receptie
Exit, Receptie A
Contrario, dan teori Eksistensi muncul setelah Indonesia
merdeka.
C. Teori-Teori Hukum Islam
1. Teori Reception In Complexu
Teori
Receptio in Complexu ini, dipelopori oleh Lodewijk Willem Christian van den
Berg tahun 1845-1925. Teori Receptio In Complexu menyatakan bahwa bagi setiap
penduduk berlaku hukum agamanya masing-masing. Bagi orang Islam berlaku penuh
hukum Islam sebab ia telah memeluk agama Islam. Teori Receptio In Complexu ini
telah diberlakukan di zaman VOC sebagaimana terbukti dengan dibuatnya berbagai
kumpulan hukum untuk pedoman pejabat dalam menyeleaikan urusan-urusan hukum
rakyat pribumi yang tinggal di dalam wilayah kekuasaan VOC yang kemudian
dikenal sebagai Nederlandsch Indie. Contohnya, Statuta Batavia yang saat ini
desebut Jakarta 1642 pada menyebutkan bahwa sengketa warisan antara pribumi
yang beragama Islam harus diselesaikan dengan mempergunakan hukum Islam, yakni
hukum yang dipergunakan oleh rakyat sehari-hari. Untuk keperluan ini, D.W
Freijer menyusun buku yang memuat hukum perkawinan dan hukum kewarisan Islam.
2. Teori Receptie
Teori
Receptie dipelopori oleh Christian Snouck Hurgronje dan Cornelis van Volenhoven
pada tahun 1857-1936. Teori ini dijadikan alat oleh Snouck
Hurgronye agar orang-orang pribumi jangan sampai kuat memegang ajaran Islam dan
hukum Islam. Jika mereka berpegang terhadap ajaran dan hukum Islam,
dikhawatirkan mereka akan sulit menerima dan dipengaruhi dengan mudah oleh
budaya barat. Teori
ini bertentangan dengan Teori Reception In
Complexu. Menurut teori Receptie, hukum Islam tidak secara otomatis berlaku bagi
orang Islam. Hukum Islam berlaku bagi orang Islam jika sudah diterima atau diresepsi
oleh hukum adat mereka. Oleh karena itu, hukum adatlah yang menentukan berlaku
tidaknya hukum Islam.
Sebagai contoh teori Receptie saat ini di Indonesia diungkapkan
sebagai berikut.
Hukum
Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits hanya sebagian kecil yang mmpu
dilaksanakan oleh orang Islam di Indonesia. Hukum pidana Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak mempunyai tempat eksekusi bila hukum yang
dimaksud tidak diundangkan di Indonesia. Oleh karena itu, hukum pidana Islam belum pernah berlaku kepada
pemeluknya secara hukum ketatanegaraan di Indonesia sejak merdeka sampai saat
ini. Selain itu, hukum Islam
baru dapat berlaku bagi pemeluknya secara yuridis formal bila telah diundangkan
di Indonesia. Teori ini berlaku hingga tiba di zaman
kemerdekaan Indonesia.
3.
Teori Receptie Exit
Teori Receptie Exit diperkenalkan oleh
Prof. Dr. Hazairin, S.H. Menurutnya setelah Indonesia merdeka, tepatnya setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan
Undang-Undang Negara Republik Indonesia, semua peraturan perundang-undangan
Hindia Belanda yang berdasarkan teori Receptie
bertentangan dengan jiwa UUD 1945.
Dengan demikian, teori Receptie
itu harus exit alias keluar dari tata hukum Indonesia merdeka.
Teori Receptie bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Secara tegas UUD
1945 menyatakan bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Demikian dinyatakan
dalam pasal 29 (1) dan (2). Menurut teori Receptie Exit, pemberlakuan hukum islam tidak
harus didasarkan pada hukum adat. Pemahaman demikian kebih dipertegas lagi,
antara lain dengan berlakunya UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang memberlakukan
hukum Islam bagi orang Islam (pasal 2 ayat 1), UU No. 7 tahun
1989 tentang Peradilan Agama, Instruksi
presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompulasi Hukum Islam di Indonesia
(KHI).
4. Teori Receptie A Contrario
Teori Receptie Exit yang diperkenalkan
oleh Hazairin dikembangkan oleh Sayuti Thalib, S.H. dengan memperkenalkan Teori
Receptie A Contrario. Teori Receptie A Contrario yang secara harfiah berarti
lawan dari Teori Receptie menyatakan bahwa hukum adat berlaku bagi orang Islam
kalau hukum adat itu tidak bertentangan dengan agama Islam dan hukum Islam.
Sebagai contoh, umpamanya di Aceh, masyarakatnya menghendaki agar soal-soal
perkawinan dan soal warisan diatur berdasarkan hukum Islam. Apabila ada ketentuan adat boleh
saja dipakai selama itu tidak bertentangan dengan hukum Islam. Dengan demikian, dalam Teori
Receptie A Contrario, hukum adat itu baru berlaku kalau tidak bertentangan
dengan hukum Islam. Inilah Sayuti Thalib dengan teori Reception A
Contrario.
5. Teori Eksistensi
Sebagai kelanjutan dari teori Receptie
Exit dan teori Reception A Contrario,
menurut Ichtijanto S.A, muncullah teori Eksistensi.
Teori Eksistensi adalah teori yang menerangkan
adanya hukum Islam
dan hukum Nasional Indonesia. Menurut teori ini, eksistensi atau keberadaan hukum
Islam dan hukum nasional itu ialah:
a. Ada,
dalam arti hukum Islam
berada dalam hukum nasional sebagai bagian yang integral darinya.
b. Ada,
dalam arti adanya kemandiriannya yang diakui berkekuatan hukum nasional dan
sebagai hukum nasional.
c. Ada, dalam hukum nasional, dalam arti norma
hukum Islam sebagai penyaring bahan-bahan hukum nasional Indonesia.
Berdasarkan teori Eksistensi diatas, maka keberadaan hukum Islam dalam tata hukum nasional
merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah adanya. Bahkan lebih dari
itu, hukum Islam
merupakan bahan utama dari hukum nasional.
D. Pengauh Teori- Teori Hukum Islam Terhadap Tata
Hukum di Indonesia
Menurut Ismail Suny, kedudukan hukum Islam pada masa
Hindia Belanda dibagi menjadi dua periode yaitu: Periode penerimaan hukum Islam
sepenuhnya dan Periode penerimaan hukum Islam dan hukum adat.
Periode
penerimaan hukum Islam sepenuhnya, berlangsung pada masa dianutnya teori
Receptio In Complexu, dengan memberlakukan hukum Islam secara penuh terhadap
orang Islam, karena mereka telah memeluk agama Islam. Sedangkan periode penerimaan
hukum Islam oleh hukum adat berlangsung pada masa dianutnya teori Receptie yang
memberlakukan hukum Islam terhadap orang Islam, apabila hukum Islam itu telah
dikehendaki dan diterima serta menjadi hukum adat mereka. Selanjutnya setelah
Indonesia merdeka, kedudukan hukum Islam dalam ketatanegaraan Indonesia dibagi
menjadi dua periode, yaitu penerimaan hukum Islam sebagai sumber persuasif atau
Persuasive Source dan penerimaan hukum Islam sebagai sumber otoritatif atau
Authoritative Source.
Hukum Islam
sebagai sumber persuasif yang
dalam hukum konstitusi disebut dengan persuasive source. Yakni bahwa suatu sumber hukum baru
dapat diterima hanya setelah diyakini. Hukum Islam sebagai sumber otoritatif,
yang dalam hukum konstitusi dikenal dengan Authoritative Source, yakni sebagai sumber hukum yang
langsung memiliki kekuatan hukum.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori-teori Hukum Islam di Indonesia terdiri
dari :
1. Teori Reception In Complexu
Teori
Receptio in Complexu ini, dipelopori oleh Lodewijk Willem Christian van den
Berg tahun 1845-1925. Teori Receptio In Complexu menyatakan bahwa bagi setiap
penduduk berlaku hukum agamanya masing-masing.
2. Teori Receptie
Teori
Receptie dipelopori oleh Christian Snouck Hurgronje dan Cornelis van Volenhoven
pada tahun 1857-1936. Teori ini dijadikan alat oleh Snouck
Hurgronye agar orang-orang pribumi jangan sampai kuat memegang ajaran Islam dan
hukum Islam.
3. Teori Receptie
Exit
Teori Receptie Exit diperkenalkan oleh
Prof. Dr. Hazairin, S.H. Menurutnya setelah Indonesia merdeka, tepatnya setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan
Undang-Undang Negara Republik Indonesia, semua peraturan perundang-undangan
Hindia Belanda yang berdasarkan teori Receptie
bertentangan dengan jiwa UUD 1945.
Dengan demikian, teori Receptie
itu harus exit alias keluar dari tata hukum Indonesia merdeka.
4. Teori Receptie A Contrario
Teori Receptie Exit yang diperkenalkan oleh
Hazairin dikembangkan oleh Sayuti Thalib, S.H. dengan memperkenalkan Teori
Receptie A Contrario. Teori Receptie A Contrario yang secara harfiah berarti
lawan dari Teori Receptie menyatakan bahwa hukum adat berlaku bagi orang Islam
kalau hukum adat itu tidak bertentangan dengan agama Islam dan hukum Islam.
5. Teori Eksistensi
Menurut
Ichtijanto S.A, muncullah teori Eksistensi.
Teori Eksistensi adalah teori yang menerangkan
adanya hukum Islam
dan hukum Nasional Indonesia.
Pengaruh Hukum
Islam terhadap hukum di Indonesia: Periode penerimaan hukum Islam sepenuhnya, berlangsung
pada masa dianutnya teori Receptio In Complexu, dengan memberlakukan hukum
Islam secara penuh terhadap orang Islam, karena mereka telah memeluk agama
Islam. Sedangkan periode penerimaan hukum Islam oleh hukum adat berlangsung
pada masa dianutnya teori Receptie yang memberlakukan hukum Islam terhadap
orang Islam, apabila hukum Islam itu telah dikehendaki dan diterima serta
menjadi hukum adat mereka. Selanjutnya setelah Indonesia merdeka, kedudukan
hukum Islam dalam ketatanegaraan Indonesia dibagi menjadi dua periode, yaitu
penerimaan hukum Islam sebagai sumber persuasif atau Persuasive Source dan
penerimaan hukum Islam sebagai sumber otoritatif atau Authoritative Source.
3 komentar:
kawan,,, yang sampean posting sangat bermanfaat sekali...
aku dukung,,,
Boleh copas gak, nih buat bahasan makalah yang satu niii
Makasih atas ilmunya, bermanfaat sekali
Posting Komentar