Senin, 11 Februari 2013

Dilema Menghukum Narkoba


Sebelas Mahasiswa ditangkap polisi setelah pesta narkoba di Sleman, Yogyakarta (Radar Jogja. 31/1/2013). Berita ini merupakan sedikit potret betapa narkoba telah meracuni bangsa ini. Narkoba telah begitu rupa menggerogoti bangsa ini, mengakibatkan semakin terpuruknya mental-mental generasi penerus bangsa. Narkoba terus menjadi polemik yang tak kunjung sirna. Generasi bangsa terancam hilang oleh narkoba. Pasalnya, narkoba tidak hanya meracuni kaum remaja muda, namun juga golongan tua. Ini mengindikasikan begitu mudahnya akses jaringan pasar narkoba di negeri ini.
Sebagai zat terlarang, narkoba tak begitu sulit didapatkan. Narkoba begitu mudah beredar di masyarakat. Sampai-sampai aparat hukum kualahan menangani peredaran narkoba. Ibarat ‘Mengurai benang kusut’, begitu sulit narkoba dibersihkan dari negeri ini. Sebab, banyak generasi negeri yang sudah terjangkit virus candu narkoba. Upaya pangkas habis narkoba tak pula membuahkan hasil. Satu kasus narkoba diusut, seribu kasus serupa bermunculan. Dan yang baru-baru ini terungkap adalah kasus narkoba melibatkan artis muda Raffi Ahmad. Lemahnya sistem hukum yang mengatur narkoba mungkin salah satu faktor penyebabnya
Di negeri ini, pemakai ataupun pengedar narkoba hanya dihukum dengan dua macam hukuman. Penjara atau rehabilitasi, Memang hukum ini telah berjalan dengan begitu baik. Namun kedua hukum itu belum mampu memberikan efek jera kepada tersangka narkoba. Padahal, bukankah sebenarnya hukum itu dirancang untuk memberikan efek jera pada siapa saja yang terbukti bersalah?. Ironisnya, bukan jera yang ada namun kasus narkoba dari tahun ke tahun mengalami kenaikan angka yang signifikan. Hukuman yang diberikan itu malah menjadi dilema yang tak kunjung usai.
Penjara
Dalam UU No. 35 Tahun 2009, disebutkan bahwa tersangka narkoba dihukum maksimal duapuluh tahun penjara atau denda sampai satu milyar. Yang sering dipraktekkan bukanlah praktek hukum denda. Akan tetapi, hukum kurung penjara. Memang jika dilihat, hukum  ini terasa begitu berat menjerat tersangka narkoba. Namun, hal itu tak lantas membuat para tersangka kapok, narkoba malah semakin marak beredar.
Sebagaimana yang disiarkan oleh Reportase Investigasi (29/01/2013), seorang bandar narkoba ketika diberi hukuman dikurung di balik jeruji penjara, yang ada bukanlah kekapokan menjadi narapidana. Malahan narkoba semakin diedarluaskan di penjara. Penjara dijadikan pasar empuk untuk mengedarkan narkoba di kalangan para narapidana sendiri. Dan di sisi lain, hukuman penjara bagi para pecandu narkoba juga dikira tidak mempertimbangkan aspek kemanusiaan.
Rehabilitasi
Selain penjara, rehabilitasi merupakan hukuman yang ditawarkan pada tersangka narkoba. Mereka dihukum dengan dimasukkan ke tempat rehabilitasi baik di lembaga rehabilitasi ataupun di rumah sakit.. Tak ubahnya penjara, rehabilitasi juga mempunyai setumpuk dilema.
Dengan dimasukkan di tempat rehabilitasi, tersangka narkoba hanya mendapatkan hukuman yang dirasa terlalu ringan. Dan tersangka narkoba cenderung lebih bebas. Selain itu rehabilitasi juga tidak menjamin setelah keluar  dari lembaga rehab, para tersangka tidak akan lagi menyalahgunakan narkoba. Hal ini merupakan dilema yang harus segera diatasi jika wacana ‘Bersih dari Narkoba’ masih terus digalakkan. Pasalnya, kedua hukuman itu tidak serta merta dapat melumpuhkan narkoba. malah cenderung memperparah peredaran narkoba. Generasi bangsa semakin lama semakin hilang oleh narkoba
Melihat dari aspek kehilangan generasi bangsa. Narkoba tak ubahnya teroris yang terus merenggut generasi negeri. Walaupun ada perbedaan mendasar antara narkoba dan terorisme. Teroris merenggut/membunuh generasi bangsa dalam waktu relatif singkat. Sekali bom meledak tewas di TKP. Akan tetapi, narkoba merenggut generasi bangsa secara bertahap dalam kurun waktu yang relatif lebih lama. Namun, dampak yang ditimbulkan oleh narkoba begitu besar dibandingkan terorisme. Narkoba meracuni mental-mental generasi bangsa secara perlahan kemudian membunuh jiwanya.
Meski memiliki dampak yang tak jauh berbeda, hukum yang berlaku pada tindak kriminal ini amat jauh berbeda. Para tersangka teroris tanpa ampun dijatuhi hukuman mati, sedang pengedar narkoba diberi kebebasan mengedarkan narkoba di penjara. Sangat tidak adil. Berbicara soal keadilan, mengapa tersangka narkoba hukumannya tidak disamakan dengan teroris?
Hukum mati mungkin hukuman tepat jika dipandang dari satu sisi saja. Namun jika dipandang dari beberapa sisi yang lain, hukum tak juga dapat menjadi solusi pelik masalah narkoba. Wacana hukum mati tersangka narkoba sangat tidak tepat dilaksanakan di negeri ini. Sebab, hukum mati tentu akan lebih tidak mempertimbangkan aspek kemanusiaan dari pada hukuman penjara.
Oleh sebab itu, jika bangsa ini benar-benar ingin menjadi negara tanpa narkoba, langkah strategisnya adalah perbaikan sistem hukum yang mengatur tentang narkoba. Para aparatur berwenang hendaknya memodifikasi dan mengemas hukum itu agar lebih tegas, ketat serta memberi efek jera pada tersangka narkoba. Jangan biarkan negeri ini terus kehilangan generasi penerus bangsa. Dan jika upaya ini benar-benar dilaksanakan, bukan hal yang tidak mungkin jika suatu saat negeri ini akan terbebas dari bahaya laten narkoba. Semoga!!! Wallahu a’lam bi al-shawaab.

0 komentar:

Posting Komentar