Minggu, 14 April 2013

Pemerintahan Dinasti Abbasiyyah



BANI ABBASIYAH
Berdirinya Bani Abbasiyah dikarenakan pada masa pemerintahan Bani Umaiyyah pada masa pemerintahan khalifah Hisyam Ibn Abdi Al-Malik muncul kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang dipelopori keturunan Al-Abbas Ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari golongan syiah dan kaum mawali yang merasa di kelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah. Pada waktu itu ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran, akhirnya pada tahun 132 H (750 M) tumbanglah daulah Umayyah dengan terbunuhnya khalifah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad dan pada tahun itu berdirilah kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khalifah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW, dinasti abbasiyah didirikan oleh Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dari tahun 132 H sampai dengan 656 H. selama berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahanpolitik, social dan budaya.
Dinasti Abbasiyah didirikan secara revolusioner dengan menggulingkan kekuasaan dinasti Umayyah. Terdapat beberapa faktor yang mendukung keberhasilan pembentukan dinasti ini. Diantaranya adalah: meningkatnya kekecewaan kelompok Mawalli terhadap dinasti Bani Umayyah, pecahnya persatuan antarsuku-suku bangsa Arab, dan timbulnya kekecewaan masyarakat agamis dan keinginan mereka memiliki pemimpin kharismatik.
Kelompok Mawalli, yakni orang-orang non Arab yang telah memeluk agama Islam, diperlakukan sebagai masyarakat kelas dua, sementara itu bangsa Arab menduduki kelas bangsawan. Mereka tersingkir dalam urusan pemerintahan dan dalam kehidupan sosial, bahkan penguasa Arab selalu memperlihatkan sikap permusuhan terhadap mereka. Sounders mencatat bahwa di Kufah antara orang Arab dan masyarakat Mawalli masing-masing memiliki mesjid sendiri-sendiri dan perkawinan antara mereka sangat dihindari. Selain itu masyarakat Mawalli ini dikenakan beban pajak yang berat.
Sebelum berdirinya Daulah Abbasiyah terdapat tiga poros yang merupakan pusat kegiatan, antara satu dengan yang lain mempunyai kedudukan tersendiri dalam memainkan peranannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman Nabi SAW.
Dengan berdirinya kekuasaan dinasti Abbasiyah terjadilah beberapa perubahan sosial politik. Perubahan yang menonjol adalah tampilnya kelompok Mawalli, khususnya Persia-Irak. Mereka menduduki peran dan posisi penting dalam pemerintahan menggantikan kedudukan bangsawan Arab. Pada waktu zaman ekspansi, masyarakat Arab merupakan kelompok bangsawan yang berkuasa dan merasa lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan masyarakat non-Arab yang dikuasainya. Posisi yang demikian ini hampir berkembang pada seluruh aspek kehidupan sosial dan politik. Masyarakat 
Faktor – faktor tersebut di atas pada satu sisi mendukung jatuhnya kekuasaan dinasti Umayyah, dan pada sisi lainnya sekaligus mendukung keberhasilan gerakan pembentukan dinasti Abbasiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Sistem Pemerintahan Bani Abbasiyah
Pemerintahan Dauluh Abbasiyah dapat dibagi menjadi 5 periode berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, yaitu[1] :

1.    Periode Pertama (132 H - 232 H / 750 M - 847 M), disebut periode pengaruh Arab dan Persia pertama.
2.    Periode Kedua (232 H - 334 H / 847 M - 945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
3.    Periode Ketiga (334 H - 447 H / 945 M - 1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4.    Periode Keempat (447 H - 590 H / 1055 M - l194 M), masa kekuasaan Daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra / Seljuk agung).
5.    Periode Kelima (590 H - 656 H / 1194 M - 1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdaddan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.
Dibawah ini merupakan khalifah yang pernah menduduki dinasti Abbasiyah dari awal sampai akhir pemerintahannnya[2].
1.         As Saffah          (750 – 754 M )
2.         Al Mansur          (754 – 775 M )
3.         Al Mahdi           (775 – 785 M )
4.         Al Hadi             (785 – 786 M)
5.         Ar Rasyid          (786 – 809 M)
6.         Al Amin             (809 – 813 M)
7.         Al Ma’mun        (813 – 833 M)
8.         Al Mutasim        (833 – 842 M)
9.         Al Watsiq          (842 – 847 M)
10.         Al Muttawakkil (847 – 861 M)
11.         Al Muntashir     (861 – 862 M)
12.         Al Musta’in       (862 – 866 M)
13.         Al Mutazz          (866 – 869 M)
14.         Al Muhtadi        (869 – 870 M)
15.         Al Muktamid     (870 – 892 M)
16.         Al Mu’tadhid    (892 – 902 M)
17.         Al Muktafi         (902 – 908 M)
18.         Al Muqtadir       (908 – 935 M)
19.         Al Qohir                        (932 – 934 M)
20.         Ar Radhi            (934 – 940 M)
21.         Al Muttaqin       (940 – 944 M)
22.         Al Mustakfi       (944 – 946 M)
23.         Al Muthi’           (946 – 974 M)
24.         Al Ath Tha’I      (974 – 991 M)
25.         Al Qadir             (991 – 1031 M)
26.         Al Qa’im            (1031 – 1075 M)
27.         Al Muqtadi        (1075 – 1094 M)
28.         Al Mustazhir      (1094 – 1118 M)
29.         Al Mustarsyid    (1118 – 1135 M)
30.         Ar Rastid           (1135 – 1136 M)
31.         Al Muqtafi         (1136 – 1160 M)
32.         Al Mustanjid      (1160 – 1170 M)
33.         Al Mustadhi’     (1170 – 1180 M)
34.         An Nashir          (1180 – 1225 M)
35.         Azh Zhahir         (1225 – 1226 M)
36.         Al Mustanshir    (1226 – 1242 M)
37.         Al Musta’shim   (1242 – 1258 M)

Dasar – dasar pemerintahan daulah abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu Al Abbas dan Abu Ja’far Al Manshur. Dan puncak kejayaan atau keemasan dari dinasti ini adalah tujuh khalifah, yakni :Al Mahdi, Al Hadi, Ar Rasyid, Al Ma’mun, Al Mutasim, Al Watsiq, Al Muttawakkil.[3]
Sistem pemerintahan Daulah Abbasiyah yang berkuasa lebih dari lima abad, dapat di ringkas menjadi 2 periode, yakni :
1.      Periode I ( 750 – 945 M)
Yaitu mulai pemerintahan Abu Abbas sampai Al Mustakfi. Perkembangan diberbagai bidang menunjukkan grafik vertical, stabil dan dinamis.
2.      Periode II ( 945 – 1258 M )
Yaitu pada masa pemerintahan Al Muthi’ sampai Al Mu’tasin. Pada periode ini kejayaan Daulah Abbasiyah mengalami kemerosotan sampai datangnya pasukan Tartar yang berhasil menghancurkan Daulah Abbasiyah.
          Pada masa Abbasiyah konsep kekhalifahan ( pemerintahan) berkembang sebagai sistem politik. Pola pemerintahan yang di terapkan berbeda – beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya[4]. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyah antara lain:
a.              Para khalifah tetap dari Arab, sementara para mentri gubernur, panglima perang dan pegawai lainnya dipilih dari keturunaan Persia dan Mawali.
b.             Kota Baghdad ditetapkan sebagai ibukota Negara dan menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi dan kebudayaan.
c.              Kebebasan mengeluarkan pendapat dan berfikir mendapat porsi yang tinggi.
d.             Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting.
e.              Para mentri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintahan.
Pemerintahan Abbasiyah periode I juga melaksanakan kebijakan – kebijakan politik diantaranya adalah :

a.              Menindah ibukota Damaskus ke Bagdad,
b.             Memusnahkan keturunan Bani Umayyah,
c.              Merangkul orang – orang Persia, dalam rangka memperkuat diri dalam bidang politik, Abbasiyah membri peluang dan kesempatan yang besar kepada kaum Mawali,
d.             Menumpas pemberontakan – pemberontakan.
e.              Menghapus politik kasta.
Khalifah Daualah Abbasiyah dalam menjalankan pemerintahannya dibantu oleh wazir ( perdana menteri) yang jabatannya disebut wizaraat. Wizarat dibagi menjadi 2 yaitu :
1.      Wizarat tafwid yang memiliki otoritas penuh dan terbatas. Wizaraat ini memiliki kedaulatan penuh, kecuali menunjuk penggantinya.
2.      Wizaraat tanfidz, memiliki kekuasaan eksekutif saja. Wizaraat ini tidak memiliki inisiatif selain melaksanakan pemerintahan khalifah dan mengikuti aarahnya.
Model pemerintahan Abbasiyah dapat dikatakan asimilasi dari berbagai unsur, tarlihat dari periodesasi perintahan Abbasiyah. inilah  ciri – ciri menonjol Daulah Abbasiyah yang tidak terdapat di zaman Bani Umayyah :[5]
1.             Dengan berpindahnya ibukota  ke Bagdad, pemerintahan Abbasiyah menjadi jauh dari pengaruh Arab. Sedangkan Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab. Dalam periode pertama dan ketiga, pemerintahan Abbasiyah mendapat pengaruh yang sangat kuat dari kebudayaan Persia, sedangkan pada periode kedua dan keempat, bangsa turki sangat dominan dalam bidang politik dan pemerintahan dinasti ini.
2.             Dalam penyelengaraan Negara, pada masa Bani Abbas terdapat jabatan wazir yang membawahi kepala – kepala departemen. Sedangkan jabatan ini tidak terdapat pada masa Bani Umayyah.
3.             Ketentaraan professional baru terbentuk pada masa Bani Abbas, sebelumnya belum tidak ada tentara khusus yang professional.
Pada masa pemerintahan Bani Abbas membentuk lembaga protokol Negara, sekretariat Negara, dan kepolisian Negara disamping membenahi angkatan bersejata, lembaga kehakiman Negara, dan memperbaiki jawatan pos yang sudah ada sejak jaman Bani Umayyah[6].
Tentara pada masa Bani Abbas dibina secara khusus menjadi prajurit – prajurit profesional. Dibandingkan dengan tentara pada masa Bani Umayyah, tentara pada masa Bani Abbas lebih maju dan berkembang. Pada masa Bani Abbas ini sistem ketentaraan mengalami perubahan, yakni memberi peluang besar kepada orang – orang Turki untuk menjadi tentara pengawal[7].
B.            Kemajuan-kemajuan pada masa Bani Abbasiyah.
1.             Bidang Politik Dan Pemerintahan.
a.                  Bidang Politik
          Masa Abbasiyah yang paling maju adalah masa Abbasiyah I (750-847 M) dibandingkan dengan masa setelah itu. Karena setelah masa yang pertama banyak negara bagian yang ingin memerdekakan diri. Namun, dengan adanya hal itu, justru ilmu pengetahuan semakin maju. Hal itu disebabkan banyaknya negara bagian yang berlomba-lomba dalam memajukan ilmu pengetahuan dan budaya. Adapun kebijakan politik pada masa Abbasiyah I adalah :
a)      Para khalifah tetap dari keturunan Arab murni.
b)      Kota Baghdad menjadi ibukota negara.
c)      Para khalifah sangat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan.
d)     Pengkuan HAM.
e)      Para mentri keturunan Persia diberi hak penuh dalam menjalankan kekuasaan.
b.                  Bidang Pemerintahan.
Pada masa Abbasiyah bidang pemerintahan terdiri dari :
a)        Pimpinan Negara.
Negara dipimpin oleh kepala negara yang bergelar khalifah. Untuk membantu kerja khalifah maka dibentuk beberapa dewan pembantu, diantaranya :
1)        Wazir (mentri).
2)        Diwanul Kitaabah (sekretaris negara).
3)        Raisud Diwan (departemen-departemen).
b)        Wilayah Negara.
Wilayah negara pada masa Abbasiyah dibagi ke dalam beberapa propinsi, dan setiap propinsi mendapat hak-hak otonom.
c)        Angkatan Perang.
Pada masa Abbasiyah angkatan perang terdiri dari :
1)        Al-Jundul  Murtaziqah (tentara yang digaji oleh negara).
2)        Al-Jundul Muthauwi’ah (tentara sukarelawan ).
d)       Baitul Maal.
Untuk mengurus keuangan negara, maka dibentuklah Baitul Maal, masa sekarang disebut Departemen Keuangan.
e)        Organisasi Kehakiman.
Badan ini dibentuk untuk membantu menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang terjadi.
2.             Bidang Sosial Dan Ekonomi.
1.         Bidang Sosial.
Warga negara masa Abbbasiyah terdiri dari : bangsa Maghribi (Afrika Utara), Mesir, Syam, Jazirah Arabia, Irak, Persia, Turki, sind, dsb. Hal ini mengakibatkan terjadinya percampuran bangsa, dan terjadi perkawinan campuran antar bangsa. Dari perkawinan ini muncullah suatu unsur bangsa baru yang disebut unsur orang peranakan atau Muwallad (indo). Dan hal ini mengakibatkan hubungan antar bangsa semakin erat.
2.         Bidang Ekonomi.
Perekonomian pada masa Bani Abbas sangat melimpah. Kas negara pada permulaan masa Abbasiyah sedemikian kayanya, karena para khalifah betul-betul memandang soal ekonomi dan keuangan negara sangat penting, sehingga  dengan demikian pembangunan dalam segala cabang ekonomi dipandang sangat penting.
3.             Bidang Peindidikan,  Ilmu Pengetahuan dan Seni.
1.         Bidang Pendidikan.
Perkembangan pendidikan pada masa Abbasiyah cukup baik, meskipun sarana pendidikannya masih menggunakan tempat ibadah seperti masjid. Memang pada awal masa abbasiyah belum ada madrasah (sekolah), yang ada hanya ma’had (tempat belajar). Tempat belajar itu antara lain :
a)      Kuttaab, yaitu tempat belajar tingkat rendah dan menengah.
b)      Masjid, biasa dipakai untuk pendidikan tingkat tinggi dan takhassus.
c)      Majlis Munazharoh, tempat pertemuan para ulama’ dan ahli pikir untuk membahas masalah ilmiyah.
d)     Darul Hikmah, perpustakaan yang didirikan oleh Harun Al-Rasyid dan disempurnakan  Al-Makmun.
e)      Madrasah, sekolahan yang baru ada pada masa perdana menteri Nizamul Mulk (456-485 H).
2.         Bidang Ilmu Pengetahuan.
Ilmu pengetahuan pada masa Abbasiyah terdiri dari ilmu naqli dan ilmu aqli.
a)      Ilmu naqli : tafsir, hadits, fiqih,kalam, tasawuf, bahasa, dll.
b)      Ilmu aqli : kedokteran, perbintangan, kimia, pasti, logika, filsafat, geografi, dll.
3.         Bidang Seni.
Bidang seni yang berkembang pada masa Abbasiyah, adalah sebagai berikut :
a)      Seni ukir.                                    d) Seni lukis.
b)      Keramik.                                    e) Seni musik.
c)      Tenun.                                        f) Kesusastraan.
C.           Kondisi Keagamaan Pada Masa Dinasti Abbasiyah
Pengaruh kebudayaan bangsa yang sudah maju, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan hanya membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode,yakni :[8]
a)      penafsiran pertama, tafsir bi al-ma'tsur, yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi dan para sahabat.
b)      Kedua, tafsir bi al-ra'yi, yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran daripada hadits dan pendapat sahabat.
Imam – imam mahzab hukum yang hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah, adalah :[9]
1.      Imam Abu Hanifah ( 700 – 767 M)
2.      Imam Malik (713 – 795 M)
3.      Imam Syafi’I (767 – 820 M)
4.      Imam Ahmad Ibn Hanbal (780 – 855 M)
Disamping empat pendiri mahzab besar tersebut, pada masa pemerintahan Abbasiyah banyak mujtahid mutlak lainnya yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan mahzabnya pula. Akan tetapi, karena pengikut mereka tidak begitu banyak, maka mahzab mereka pun hilang seiring berubahnya zaman.
Aliran – aliran teologi sudah ada sejak masa Bani Umayyah, seperti khawarij, murjiah, dan mu’tazilah. Tetapi pemikiran – pemikiran mereka yang lebih kompleks dan sempurna baru dirumuskan pada masa Bani Abbas periode I, setelah terjadinya hubungan dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran rasional dalam islam.
Tokoh perumus pemikiran Mu'tazilah yang terbesar adalah Abu al-Huzail al-Allaf (135-235 H/752-849M) dan al-Nazzam (185-221 H/801-835M). Asy'ariyah, aliran tradisional di bidang teologi yang dicetuskan oleh Abu al-Hasan al-Asy'ari (873-935 M) yang lahir pada masa Bani Abbas ini juga banyak sekali terpengaruh oleh logika Yunani. Ini terjadi, karena Al-Asy'ari sebelumnya adalah pengikut Mu'tazilah. Penulisan hadist juga berkembang pesat pada masa Bani Abbasiyah ini, karena tersedianya fasilitas dan transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan penulis hadist bekerja.
D.           Akhir Pemerintahan Dinasti Abbasiyah
Faktor penyebab kehancuran Bani Abbasiyah, dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1.         Faktor Internal
Wilayah Abbasiyah yang pada saat itu hamir sama luasnya dengan wilayah kekuasaan Dinasti Mongol, tidak mudah dikendalikan oleh para khalifah yang lemah. Disamping itu, sistem komunikasi masih sangat lemah dan tidak maju, sehingga menyebabkan para khalifah tidak cepat mendapatkan informasi apabila suatu daerah ada masalah, konflik, atau terjadi pemberontakan. Banyak wilayah yang melepaskan diri dan berdiri sendiri.
Lepasnya daerah-daerah itupun,juga disebabkan karena jauhnya wilayah-wilayah yang terletak di tiga benua, didorong oleh para khaliah yang makin lemah dan malas yang dipengaruhi oleh kelompok-kelompok yang ridak terkendali bagi khalifah.
Eksploitasi dan pajak yang berlebihan menjadi kebijakan favorit yang dilakukan oleh para khalifah yang dibebankan pada rakyat.
Garis perpecahan antara Arab dan non Arab, muslim Arab dan mawali, antara muslim dan dzimmi, tetap terlihat tajam. Orang Arab sentimen lama Arab Utara dan Arab Selatan masih tetap ada. Orang Persia, Berber, Hamite, Turki, dan lainnya  tidak pernah berpadu dalam satu kesatuan homogen dengan Arab Semit. Akibatnya muncullah disentegrasi antar kekuatan-kekuatan sosial dan kelompok-kelompok moral.
Mu’tasim membangun kelompok tentara elit dari Turki secara terpisah dengan tentara Abasiyah. Mereka sangat berpengaruh di kalangan istana maupun rakyat. Tentara bayaran Turki, akhirnya saat khalifah lemah merekalah yang memegang kendali kekhalifahan. Bahkan pengangkatan dan pemecatan khalifah pun mereka yang mengaturnya.
Orang Arab merendahkan non Arab, dan sebaliknya orang Persia tidak memandang  bangsa Arab sebagai bangsa yang maju. Perang Amin-Ma’mun pun memisahkan Abbasiyah menjadi dua kubu, yaitu kubu Arab dan kubu Persia. Hal ini mempengaruhi keruntuhan Abbasiyah.
Tidak adanya sistem dan aturan yang baku menyebabkan sering gonta-gantinya putra mahkota di kalangan istana dan terbelhnya suara istana sehingga tidak adanya kebulatan suara terhadap pengangkatan para pengganti khalifah. Seperti perang saudara antara Amin-Ma’mun. Tidak adanya kerukunan antara tentara, istana, dan elite politik lain yang juga memacu kemunduran dan kehancuran Dinasti ini.Tentara dan lembaga pertahanan keamanan terutama yang berada jauh dari pusat tidak begitu terurus dan terkendali dengan baik. Para wali, amir, dan tentara akhirnya menjadi kuat dan melepaskan diri. Sebagai contoh, Khalifah Harun memberikan otonomi dan tanggung jawab penuh kepada IIbrahim Ibn Aghlab sebagai penguasa Ifriqiyah seumur hidup sehingga menghasilkan Dinasti Aghlabiyah yang merdeka.
Munculnya gerakan-gerakan pembangkang yang berkedok keagamaan seperti orang Qaramithah, Asasin, dan pihak-pihak lain yang turut memporakporandakan kesatuan akidah dan nilai-nilai Islam yang bersih. Saat itu kaum muslim terbelah menjadi banyak kelompok, seperti Khawarij, Syiah –Itsna ‘Asy’ariyah,Ismailiyah Assasin, Qaramitah--, Sunni, Mu’tazilah, dan sebagainya.
Kaum dzimmi, termasuk Yahudi-Nasara yang merasa tidak bahagia dibawah kekuasaan Islam,memusuhi Islam. Walaupun mereka menempati kedudukan-kedudukan penting dalam pemerintahan, akan tetapi mereka tidak mendukung khalifah dan Islam.
 Munculnya dinasti-dinasti kecil yang menikmati indenpendensi dari kekhalifahan Abbasiyah, seperti Dinasti Ibn Thulun dan Ikhsid di Mesir, Bani Saman di Persia dan ma wara al-nahar (seberang sunagi Oxus), orang Ghazni di Afganishtan, Punjab, dan India, Bani Buwaihah menduduki kekhalifahan di Shiraj Persia.
Beban pajak yang berlebihan dan pengaturan wilyah demi keuntungan kelas penguasa telah menghancurkan di bidang pertanian dan industri. Menurunnya kekuatan manusia disebabkan oleh pertikaian berdarah yang sering terjadi menyebabkan  lahan pertanian menjadi tandus dan terbengkalai. Banjir di dataran rendah Mesopotamia dan bencana lain, serta terjadinya kelaparan dan wabah penyakit telah menelan korban jiwa. Tidak kurang dari 40 wabah penyakit yang tercatat selama sejarah Arab dalam 4 tahun masa penaklukan. Kehancuran ekonomi menyebabkan turunnnya tingkat intelektual masyarakat dan mengekang tumbuhnya pemikiran kreatif.
Faktor yang penting yaitu merosotnya moral para khalifah Abbasiyah pada zaman kemunduran serta melalaikan salah satu sendi Islam, yaitu Jihad.[10]

2.         Eksternal
Faktor Eksternal yang menyebabakan kehancuran dinasti Abbasiyah adalah serangan dari Bangsa Mongol. Latar Belakang penghancuran dan penghapusan pusat Islam Baghdad, salah satunya adalah gangguan dari kelompok Assasin yang didirikan oleh Hasan Ibn Sabbah (1256M) di pegunungan Alamut, Iraq. Sekte ini merupakan anak cabang dari Syiah Isma’iliyah yng mengganggu wilayah Islam dan wilayah Mongol.
Setelah beberapa kali penyerangan terhadap Assasin, Hulagu Khan berhasil melumpuhkan pusat kekuatan mereka di Alamut, kemudian menuju Baghdad. Sebelumnya Hulagu Khan mengirim surat kepada Khalifah al-Mu’tasim untuk bekerja sama membasmi Assasin. Akan tetapi, surat tersebut jatuh ditangan Al-Qemi yang beraliran Syiah serta dibalas olehnya atas nama khalifah dan dengan bahasa yang kasar dan tidak baik. Sehingga Hulagu Khan merasa dihina dan tidak menerimanya. Menurut catatan Lewis dalam M. Abdul Karim, setahun sebelum penghancuran Baghdad terjadi konflik dan perang besar terjadi antara Syiah-Sunni di Karkh (Terekh), dimana Syiah banyak yang dibantai dan banyak dibunuh oleh Sunni, Rumah mereka diratakan dan barang-barang berharga dirampas. Hal ini juga sebab dari kekalahan Islam di tangan Hulagu-Ilkhan. Setelah membasmi di Alamut, tentara Mongol mengepung Baghdad selam dua bulan. Setelah perundingan damai gagal, akhirnya khalifah menyerah, namun tetap dibunuh Hulagu Khan . Pembantaian massal  itu menelan korban sebanyak 800.000 orang.[11]
Secara ringkas, faktor yang menyebabkan mundurnya dapt dibagi menjadi :
1.         Persaingan Antar Bangsa
2.         Kemerosotan Ekonomi
3.         Konflik Keagamaan
4.         Ancaman dari Luar[12]

BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
Pemerintahan Dauluh Abbasiyah dapat dibagi menjadi 5 periode berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, yaitu :
-          Periode Pertama (132 H - 232 H / 750 M - 847 M), disebut periode pengaruh Arab dan Persia pertama.
-          Periode Kedua (232 H - 334 H / 847 M - 945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
-           Periode Ketiga (334 H - 447 H / 945 M - 1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
-          Periode Keempat (447 H - 590 H / 1055 M - l194 M), masa kekuasaan Daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
-          Periode Kelima (590 H - 656 H / 1194 M - 1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh..
Khalifah – khalifah yang berperan dalam kemajuan masa Daulah Abbasiyah, yakni :

·         Al Mahdi,
·         Al Hadi,
·         Ar Rasyid,
·         Al Ma’mun,
·         Al Mutasim,
·         Al Watsiq,
·         Al Muttawakkil
            Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyah antara lain:
¨         Para khalifah tetap dari Arab, sementara para mentri gubernur, panglima perang dan pegawai lainnya dipilih dari keturunaan Persia dan Mawali.
¨         Kota Baghdad ditetapkan sebagai ibukota Negara dan menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi dan kebudayaan.
¨         Kebebasan mengeluarkan pendapat dan berfikir mendapat porsi yang tinggi.
¨         Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting.
¨         Para mentri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintahan.
Pada masa Bani Abbasiyah mengalami kemajuan dalam berbagai bidang, antara lain :
    • Bidang Pemerintahan
    • Bidang Sosial Dan Ekonomi
o   Bidang Peindidikan, Ilmu Pengetahuan dan Seni.
    • Bidang Politik Dan Pemerintahan
Sebab – sebab kemunduruan daulah abbasiyah,antara lain :
v  Persaingan Antar Bangsa
v  Kemerosotan Ekonomi
v  Konflik Keagamaan
v  Ancaman dari Luar


[1] Badri Yatim, sejarah peradaban islam, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2010 ), hal.49 - 50
[2] Chatibul umam, Abidin Nawawi, sejarah kebudayaan islam, (Kudus :Menara kudus, 1995)hal.60-61
[3] Badri Yatim, sejarah peradaban islam, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2010 ), hal.52
[4] www.wikiepadia.com, kekhalifahan Abbasiyah ( diakses pada tanggal 28 maret 2013)
[5] Bardi Yatim. Sejarah peradaban islam.(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 2000 ). Hal. 54
[6] Bardi Yatim. Sejarah peradaban islam.(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 2000 ). Hal. 67
[7] Bardi Yatim. Sejarah peradaban islam.(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 2000 ). Hal. 53
[8] www.wikipedi.com ,  kekhalifahan Abbasiyah ( diakses pada tanggal 28 maret 2013)
[9] Badri Yatim, sejarah peradaban islam, jakarta : PT. Raja Grapindo Persada, 2000. Hal 56
[10] M. Abdul Karim, Loc.cit, hal 162-166
[11] Ibid. hal 166-167
[12] Badri Yatim, op.cit. hal 80-85

0 komentar:

Posting Komentar