BANI
ABBASIYAH
Berdirinya
Bani Abbasiyah dikarenakan pada masa pemerintahan Bani Umaiyyah pada
masa pemerintahan khalifah Hisyam Ibn Abdi Al-Malik muncul kekuatan baru yang
menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal
dari kalangan Bani Hasyim yang dipelopori keturunan Al-Abbas Ibn Abd
Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari golongan syiah dan kaum
mawali yang merasa di kelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
Pada waktu itu ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Umayyah lemah dan
membawanya kepada kehancuran, akhirnya pada tahun 132 H (750 M)
tumbanglah daulah Umayyah dengan terbunuhnya khalifah terakhir yaitu Marwan
bin Muhammad dan pada tahun itu berdirilah kekuasaan dinasti Bani Abbas
atau khalifah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini
keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW, dinasti abbasiyah didirikan oleh
Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang
panjang dari tahun 132 H sampai dengan 656 H. selama berkuasa pola pemerintahan
yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahanpolitik, social dan budaya.
Dinasti
Abbasiyah didirikan secara revolusioner dengan menggulingkan kekuasaan dinasti
Umayyah. Terdapat beberapa faktor yang mendukung keberhasilan pembentukan
dinasti ini. Diantaranya adalah: meningkatnya kekecewaan kelompok Mawalli
terhadap dinasti Bani Umayyah, pecahnya persatuan antarsuku-suku bangsa Arab,
dan timbulnya kekecewaan masyarakat agamis dan keinginan mereka memiliki
pemimpin kharismatik.
Kelompok
Mawalli, yakni orang-orang non Arab yang telah memeluk agama Islam,
diperlakukan sebagai masyarakat kelas dua, sementara itu bangsa Arab menduduki
kelas bangsawan. Mereka tersingkir dalam urusan pemerintahan dan dalam
kehidupan sosial, bahkan penguasa Arab selalu memperlihatkan sikap permusuhan
terhadap mereka. Sounders mencatat bahwa di Kufah antara orang Arab dan
masyarakat Mawalli masing-masing memiliki mesjid sendiri-sendiri dan perkawinan
antara mereka sangat dihindari. Selain itu masyarakat Mawalli ini dikenakan
beban pajak yang berat.
Sebelum
berdirinya Daulah Abbasiyah terdapat tiga poros yang merupakan pusat kegiatan,
antara satu dengan yang lain mempunyai kedudukan tersendiri dalam memainkan
peranannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman Nabi SAW.
Dengan
berdirinya kekuasaan dinasti Abbasiyah terjadilah beberapa perubahan sosial
politik. Perubahan yang menonjol adalah tampilnya kelompok Mawalli, khususnya
Persia-Irak. Mereka menduduki peran dan posisi penting dalam pemerintahan
menggantikan kedudukan bangsawan Arab. Pada waktu zaman ekspansi, masyarakat
Arab merupakan kelompok bangsawan yang berkuasa dan merasa lebih tinggi derajatnya
dibandingkan dengan masyarakat non-Arab yang dikuasainya. Posisi yang demikian
ini hampir berkembang pada seluruh aspek kehidupan sosial dan politik.
Masyarakat
Faktor –
faktor tersebut di atas pada satu sisi mendukung jatuhnya kekuasaan dinasti
Umayyah, dan pada sisi lainnya sekaligus mendukung keberhasilan gerakan
pembentukan dinasti Abbasiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem
Pemerintahan Bani Abbasiyah
Pemerintahan
Dauluh Abbasiyah dapat dibagi menjadi 5 periode berdasarkan perubahan pola
pemerintahan dan politik, yaitu[1]
:
1. Periode
Pertama (132 H - 232 H / 750 M - 847 M), disebut periode pengaruh Arab dan Persia pertama.
3. Periode
Ketiga (334 H - 447 H / 945 M - 1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah
Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4. Periode
Keempat (447 H - 590 H / 1055 M - l194 M), masa kekuasaan Daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah
Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah
kendali) Kesultanan Seljuk
Raya (salajiqah
al-Kubra / Seljuk agung).
5. Periode
Kelima (590 H - 656 H / 1194 M - 1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain,
tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdaddan diakhiri oleh invasi dari
bangsa Mongol.
Dibawah ini merupakan khalifah yang
pernah menduduki dinasti Abbasiyah dari awal sampai akhir pemerintahannnya[2].
1.
As Saffah (750 – 754 M )
2.
Al Mansur (754 – 775 M )
3.
Al Mahdi (775 – 785 M )
4.
Al Hadi (785 – 786 M)
5.
Ar Rasyid (786 – 809 M)
6.
Al Amin (809 – 813 M)
7.
Al Ma’mun (813 – 833 M)
8.
Al Mutasim (833 – 842 M)
9.
Al Watsiq (842 – 847 M)
10.
Al Muttawakkil (847 – 861 M)
11.
Al Muntashir (861 – 862 M)
12.
Al Musta’in (862 – 866 M)
13.
Al Mutazz (866 – 869 M)
14.
Al Muhtadi (869 – 870 M)
15.
Al Muktamid (870 – 892 M)
16.
Al Mu’tadhid (892 – 902 M)
17.
Al Muktafi (902 – 908 M)
18.
Al Muqtadir (908 – 935 M)
19.
Al Qohir (932 – 934 M)
|
20.
Ar Radhi (934 – 940 M)
21.
Al Muttaqin (940 – 944 M)
22.
Al Mustakfi (944 – 946 M)
23.
Al Muthi’ (946 – 974 M)
24.
Al Ath Tha’I (974 – 991 M)
25.
Al Qadir (991 – 1031 M)
26.
Al Qa’im (1031 – 1075 M)
27.
Al Muqtadi (1075 – 1094 M)
28.
Al Mustazhir (1094 – 1118 M)
29.
Al Mustarsyid (1118 – 1135 M)
30.
Ar Rastid (1135 – 1136 M)
31.
Al Muqtafi (1136 – 1160 M)
32.
Al Mustanjid (1160 – 1170 M)
33.
Al Mustadhi’ (1170 – 1180 M)
34.
An Nashir (1180 – 1225 M)
35.
Azh Zhahir (1225 – 1226 M)
36.
Al Mustanshir (1226 – 1242 M)
37.
Al Musta’shim (1242 – 1258 M)
|
Dasar – dasar pemerintahan daulah abbasiyah diletakkan
dan dibangun oleh Abu Al Abbas dan Abu Ja’far Al Manshur. Dan puncak kejayaan
atau keemasan dari dinasti ini adalah tujuh khalifah, yakni :Al Mahdi, Al Hadi, Ar Rasyid, Al Ma’mun, Al Mutasim, Al Watsiq, Al Muttawakkil.[3]
Sistem pemerintahan Daulah Abbasiyah yang berkuasa
lebih dari lima abad, dapat di ringkas menjadi 2 periode, yakni :
1. Periode I ( 750 – 945 M)
Yaitu mulai pemerintahan Abu Abbas sampai Al Mustakfi.
Perkembangan diberbagai bidang menunjukkan grafik vertical, stabil dan dinamis.
2. Periode II ( 945 – 1258 M )
Yaitu pada masa pemerintahan Al Muthi’ sampai Al
Mu’tasin. Pada periode ini kejayaan Daulah Abbasiyah mengalami kemerosotan
sampai datangnya pasukan Tartar yang berhasil menghancurkan Daulah Abbasiyah.
Pada
masa Abbasiyah konsep kekhalifahan ( pemerintahan) berkembang sebagai sistem
politik. Pola pemerintahan yang di terapkan berbeda – beda sesuai dengan
perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya[4].
Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyah antara lain:
a.
Para khalifah tetap dari Arab, sementara para mentri gubernur, panglima
perang dan pegawai lainnya dipilih dari keturunaan Persia dan Mawali.
b.
Kota Baghdad ditetapkan sebagai ibukota Negara dan menjadi pusat
kegiatan politik, ekonomi dan kebudayaan.
c.
Kebebasan mengeluarkan pendapat dan berfikir mendapat porsi yang tinggi.
d.
Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting.
e.
Para mentri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan
tugasnya dalam pemerintahan.
Pemerintahan Abbasiyah periode I juga melaksanakan
kebijakan – kebijakan politik diantaranya adalah :
a.
Menindah ibukota Damaskus ke Bagdad,
b.
Memusnahkan keturunan Bani Umayyah,
c.
Merangkul orang – orang Persia, dalam rangka memperkuat diri dalam
bidang politik, Abbasiyah membri peluang dan kesempatan yang besar kepada kaum
Mawali,
d.
Menumpas pemberontakan – pemberontakan.
e.
Menghapus politik kasta.
Khalifah Daualah Abbasiyah dalam
menjalankan pemerintahannya dibantu oleh wazir ( perdana menteri) yang
jabatannya disebut wizaraat. Wizarat dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Wizarat tafwid yang memiliki otoritas penuh dan terbatas. Wizaraat
ini memiliki kedaulatan penuh, kecuali menunjuk penggantinya.
2. Wizaraat tanfidz, memiliki kekuasaan eksekutif saja. Wizaraat
ini tidak memiliki inisiatif selain melaksanakan pemerintahan khalifah dan
mengikuti aarahnya.
Model pemerintahan Abbasiyah dapat
dikatakan asimilasi dari berbagai unsur, tarlihat dari periodesasi perintahan
Abbasiyah. inilah ciri – ciri menonjol
Daulah Abbasiyah yang tidak terdapat di zaman Bani Umayyah :[5]
1.
Dengan berpindahnya ibukota ke Bagdad, pemerintahan Abbasiyah menjadi
jauh dari pengaruh Arab. Sedangkan Bani Umayyah sangat berorientasi kepada
Arab. Dalam periode pertama dan ketiga, pemerintahan Abbasiyah mendapat
pengaruh yang sangat kuat dari kebudayaan Persia, sedangkan pada periode kedua
dan keempat, bangsa turki sangat dominan dalam bidang politik dan pemerintahan
dinasti ini.
2.
Dalam penyelengaraan Negara, pada
masa Bani Abbas terdapat jabatan wazir yang membawahi kepala – kepala
departemen. Sedangkan jabatan ini tidak terdapat pada masa Bani Umayyah.
3.
Ketentaraan professional baru
terbentuk pada masa Bani Abbas, sebelumnya belum tidak ada tentara khusus yang
professional.
Pada masa pemerintahan Bani Abbas
membentuk lembaga protokol Negara, sekretariat Negara, dan kepolisian Negara
disamping membenahi angkatan bersejata, lembaga kehakiman Negara, dan
memperbaiki jawatan pos yang sudah ada sejak jaman Bani Umayyah[6].
Tentara pada masa Bani Abbas dibina
secara khusus menjadi prajurit – prajurit profesional. Dibandingkan dengan
tentara pada masa Bani Umayyah, tentara pada masa Bani Abbas lebih maju dan
berkembang. Pada masa Bani Abbas ini sistem ketentaraan mengalami perubahan,
yakni memberi peluang besar kepada orang – orang Turki untuk menjadi tentara
pengawal[7].
B.
Kemajuan-kemajuan
pada masa Bani Abbasiyah.
1.
Bidang
Politik Dan Pemerintahan.
a.
Bidang
Politik
Masa Abbasiyah yang paling
maju adalah masa Abbasiyah
I (750-847 M) dibandingkan dengan masa setelah itu. Karena setelah masa yang
pertama banyak negara bagian yang ingin memerdekakan diri. Namun, dengan adanya
hal itu, justru ilmu pengetahuan semakin maju. Hal itu disebabkan banyaknya
negara bagian yang berlomba-lomba dalam memajukan ilmu pengetahuan dan budaya.
Adapun kebijakan politik pada masa Abbasiyah
I adalah :
a) Para khalifah tetap dari keturunan Arab
murni.
b) Kota Baghdad menjadi ibukota negara.
c) Para khalifah sangat mendukung
perkembangan ilmu pengetahuan.
d) Pengkuan HAM.
e) Para mentri keturunan Persia diberi hak
penuh dalam menjalankan kekuasaan.
b.
Bidang
Pemerintahan.
Pada masa Abbasiyah bidang pemerintahan
terdiri dari :
a)
Pimpinan
Negara.
Negara dipimpin oleh kepala negara yang
bergelar khalifah. Untuk membantu kerja khalifah maka dibentuk beberapa dewan
pembantu, diantaranya :
1)
Wazir
(mentri).
2)
Diwanul
Kitaabah (sekretaris negara).
3)
Raisud
Diwan (departemen-departemen).
b)
Wilayah
Negara.
Wilayah negara pada masa Abbasiyah dibagi ke
dalam beberapa propinsi, dan setiap propinsi mendapat hak-hak otonom.
c)
Angkatan
Perang.
Pada masa Abbasiyah angkatan perang terdiri dari :
1)
Al-Jundul Murtaziqah (tentara yang digaji oleh negara).
2)
Al-Jundul
Muthauwi’ah (tentara sukarelawan ).
d) Baitul Maal.
Untuk mengurus keuangan negara, maka
dibentuklah Baitul Maal, masa sekarang disebut Departemen Keuangan.
e)
Organisasi
Kehakiman.
Badan ini dibentuk untuk membantu
menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang terjadi.
2.
Bidang
Sosial Dan Ekonomi.
1.
Bidang
Sosial.
Warga negara masa Abbbasiyah terdiri dari
: bangsa Maghribi (Afrika Utara), Mesir, Syam, Jazirah Arabia, Irak, Persia,
Turki, sind, dsb. Hal ini mengakibatkan terjadinya percampuran bangsa, dan
terjadi perkawinan campuran antar bangsa. Dari perkawinan ini muncullah suatu unsur
bangsa baru yang disebut unsur orang peranakan atau Muwallad (indo). Dan hal
ini mengakibatkan hubungan antar bangsa semakin erat.
2.
Bidang
Ekonomi.
Perekonomian pada masa Bani Abbas sangat
melimpah. Kas negara pada
permulaan masa Abbasiyah
sedemikian kayanya, karena para khalifah betul-betul memandang soal ekonomi dan
keuangan negara sangat penting, sehingga
dengan demikian pembangunan dalam segala cabang ekonomi dipandang sangat
penting.
3.
Bidang
Peindidikan, Ilmu Pengetahuan dan Seni.
1.
Bidang
Pendidikan.
Perkembangan pendidikan pada masa Abbasiyah cukup baik,
meskipun sarana pendidikannya masih menggunakan tempat ibadah seperti masjid.
Memang pada awal masa abbasiyah belum ada madrasah (sekolah), yang ada hanya
ma’had (tempat belajar). Tempat belajar itu antara lain :
a) Kuttaab, yaitu tempat belajar tingkat
rendah dan menengah.
b) Masjid, biasa dipakai untuk pendidikan
tingkat tinggi dan takhassus.
c) Majlis Munazharoh, tempat pertemuan para
ulama’ dan ahli pikir untuk membahas masalah ilmiyah.
d) Darul Hikmah, perpustakaan yang
didirikan oleh Harun Al-Rasyid dan disempurnakan Al-Makmun.
e) Madrasah, sekolahan yang baru ada pada
masa perdana menteri Nizamul Mulk (456-485 H).
2.
Bidang
Ilmu Pengetahuan.
Ilmu pengetahuan pada masa Abbasiyah
terdiri dari ilmu naqli dan ilmu aqli.
a) Ilmu naqli : tafsir, hadits,
fiqih,kalam, tasawuf, bahasa, dll.
b) Ilmu aqli : kedokteran, perbintangan,
kimia, pasti, logika, filsafat, geografi, dll.
3.
Bidang
Seni.
Bidang seni yang berkembang pada masa Abbasiyah, adalah
sebagai berikut :
a) Seni ukir. d) Seni lukis.
b) Keramik. e) Seni musik.
c) Tenun. f)
Kesusastraan.
C.
Kondisi Keagamaan Pada Masa Dinasti Abbasiyah
Pengaruh kebudayaan bangsa yang
sudah maju,
terutama melalui gerakan terjemahan, bukan hanya
membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan
agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode,yakni :[8]
a)
penafsiran
pertama, tafsir bi al-ma'tsur,
yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi dan
para sahabat.
b)
Kedua,
tafsir bi al-ra'yi, yaitu
metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran daripada
hadits dan pendapat sahabat.
Imam – imam mahzab hukum yang hidup pada masa
pemerintahan Abbasiyah, adalah :[9]
1. Imam Abu Hanifah ( 700 – 767 M)
2. Imam Malik (713 – 795 M)
3. Imam Syafi’I (767 – 820 M)
4. Imam Ahmad Ibn Hanbal (780 – 855 M)
Disamping empat pendiri mahzab besar tersebut, pada
masa pemerintahan Abbasiyah banyak mujtahid mutlak lainnya yang mengeluarkan
pendapatnya secara bebas dan mendirikan mahzabnya pula. Akan tetapi, karena
pengikut mereka tidak begitu banyak, maka mahzab mereka pun hilang seiring
berubahnya zaman.
Aliran – aliran teologi sudah ada sejak masa Bani
Umayyah, seperti khawarij, murjiah, dan mu’tazilah. Tetapi pemikiran –
pemikiran mereka yang lebih kompleks dan sempurna baru dirumuskan pada masa
Bani Abbas periode I, setelah terjadinya hubungan dengan pemikiran Yunani yang
membawa pemikiran rasional dalam islam.
Tokoh
perumus pemikiran Mu'tazilah yang terbesar adalah Abu al-Huzail al-Allaf (135-235
H/752-849M) dan al-Nazzam (185-221
H/801-835M). Asy'ariyah, aliran
tradisional di bidang teologi yang dicetuskan oleh Abu al-Hasan al-Asy'ari (873-935
M) yang lahir pada masa Bani Abbas ini juga banyak sekali terpengaruh oleh
logika Yunani. Ini terjadi, karena Al-Asy'ari sebelumnya adalah pengikut
Mu'tazilah. Penulisan hadist juga berkembang
pesat pada masa Bani Abbasiyah ini, karena tersedianya fasilitas dan
transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan penulis hadist bekerja.
D.
Akhir
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah
Faktor
penyebab kehancuran Bani Abbasiyah, dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.
1.
Faktor
Internal
Wilayah Abbasiyah yang pada saat itu
hamir sama luasnya dengan wilayah kekuasaan Dinasti Mongol, tidak mudah
dikendalikan oleh para khalifah yang lemah. Disamping itu, sistem komunikasi
masih sangat lemah dan tidak maju, sehingga menyebabkan para khalifah tidak
cepat mendapatkan informasi apabila suatu daerah ada masalah, konflik, atau
terjadi pemberontakan. Banyak wilayah yang melepaskan diri dan berdiri sendiri.
Lepasnya daerah-daerah itupun,juga
disebabkan karena jauhnya wilayah-wilayah yang terletak di tiga benua, didorong
oleh para khaliah yang makin lemah dan malas yang dipengaruhi oleh
kelompok-kelompok yang ridak terkendali bagi khalifah.
Eksploitasi dan pajak yang berlebihan
menjadi kebijakan favorit yang dilakukan oleh para khalifah yang dibebankan
pada rakyat.
Garis perpecahan antara Arab dan non
Arab, muslim Arab dan mawali, antara muslim dan dzimmi, tetap
terlihat tajam. Orang Arab sentimen lama Arab Utara dan Arab Selatan masih
tetap ada. Orang Persia, Berber, Hamite, Turki, dan lainnya tidak pernah berpadu dalam satu kesatuan
homogen dengan Arab Semit. Akibatnya muncullah disentegrasi antar
kekuatan-kekuatan sosial dan kelompok-kelompok moral.
Mu’tasim membangun kelompok tentara elit
dari Turki secara terpisah dengan tentara Abasiyah. Mereka sangat berpengaruh
di kalangan istana maupun rakyat. Tentara bayaran Turki, akhirnya saat khalifah
lemah merekalah yang memegang kendali kekhalifahan. Bahkan pengangkatan dan
pemecatan khalifah pun mereka yang mengaturnya.
Orang Arab merendahkan non Arab, dan
sebaliknya orang Persia tidak memandang
bangsa Arab sebagai bangsa yang maju. Perang Amin-Ma’mun pun memisahkan
Abbasiyah menjadi dua kubu, yaitu kubu Arab dan kubu Persia. Hal ini
mempengaruhi keruntuhan Abbasiyah.
Tidak adanya sistem dan aturan yang baku
menyebabkan sering gonta-gantinya putra mahkota di kalangan istana dan
terbelhnya suara istana sehingga tidak adanya kebulatan suara terhadap pengangkatan
para pengganti khalifah. Seperti perang saudara antara Amin-Ma’mun. Tidak
adanya kerukunan antara tentara, istana, dan elite politik lain yang juga
memacu kemunduran dan kehancuran Dinasti ini.Tentara dan lembaga pertahanan
keamanan terutama yang berada jauh dari pusat tidak begitu terurus dan
terkendali dengan baik. Para wali, amir, dan tentara akhirnya menjadi
kuat dan melepaskan diri. Sebagai contoh, Khalifah Harun memberikan otonomi dan
tanggung jawab penuh kepada IIbrahim Ibn Aghlab sebagai penguasa Ifriqiyah
seumur hidup sehingga menghasilkan Dinasti Aghlabiyah yang merdeka.
Munculnya gerakan-gerakan pembangkang
yang berkedok keagamaan seperti orang Qaramithah, Asasin, dan pihak-pihak lain
yang turut memporakporandakan kesatuan akidah dan nilai-nilai Islam yang
bersih. Saat itu kaum muslim terbelah menjadi banyak kelompok, seperti
Khawarij, Syiah –Itsna ‘Asy’ariyah,Ismailiyah Assasin, Qaramitah--, Sunni,
Mu’tazilah, dan sebagainya.
Kaum dzimmi, termasuk Yahudi-Nasara yang
merasa tidak bahagia dibawah kekuasaan Islam,memusuhi Islam. Walaupun mereka
menempati kedudukan-kedudukan penting dalam pemerintahan, akan tetapi mereka
tidak mendukung khalifah dan Islam.
Munculnya dinasti-dinasti kecil yang menikmati
indenpendensi dari kekhalifahan Abbasiyah, seperti Dinasti Ibn Thulun dan
Ikhsid di Mesir, Bani Saman di Persia dan ma wara al-nahar (seberang
sunagi Oxus), orang Ghazni di Afganishtan, Punjab, dan India, Bani Buwaihah
menduduki kekhalifahan di Shiraj Persia.
Beban pajak yang berlebihan dan pengaturan
wilyah demi keuntungan kelas penguasa telah menghancurkan di bidang pertanian
dan industri. Menurunnya kekuatan manusia disebabkan oleh pertikaian berdarah
yang sering terjadi menyebabkan lahan
pertanian menjadi tandus dan terbengkalai. Banjir di dataran rendah Mesopotamia
dan bencana lain, serta terjadinya kelaparan dan wabah penyakit telah menelan
korban jiwa. Tidak kurang dari 40 wabah penyakit yang tercatat selama sejarah
Arab dalam 4 tahun masa penaklukan. Kehancuran ekonomi menyebabkan turunnnya tingkat
intelektual masyarakat dan mengekang tumbuhnya pemikiran kreatif.
Faktor yang penting yaitu merosotnya
moral para khalifah Abbasiyah pada zaman kemunduran serta melalaikan salah satu
sendi Islam, yaitu Jihad.[10]
2.
Eksternal
Faktor Eksternal yang menyebabakan
kehancuran dinasti Abbasiyah adalah serangan dari Bangsa Mongol. Latar Belakang
penghancuran dan penghapusan pusat Islam Baghdad, salah satunya adalah gangguan
dari kelompok Assasin yang didirikan oleh Hasan Ibn Sabbah (1256M) di
pegunungan Alamut, Iraq. Sekte ini merupakan anak cabang dari Syiah Isma’iliyah
yng mengganggu wilayah Islam dan wilayah Mongol.
Setelah beberapa kali penyerangan
terhadap Assasin, Hulagu Khan berhasil melumpuhkan pusat kekuatan mereka di
Alamut, kemudian menuju Baghdad. Sebelumnya Hulagu Khan mengirim surat kepada
Khalifah al-Mu’tasim untuk bekerja sama membasmi Assasin. Akan tetapi, surat tersebut jatuh
ditangan Al-Qemi yang beraliran Syiah serta dibalas olehnya atas nama khalifah
dan dengan bahasa yang kasar dan tidak baik. Sehingga Hulagu Khan merasa dihina
dan tidak menerimanya. Menurut catatan Lewis dalam M. Abdul Karim, setahun
sebelum penghancuran Baghdad terjadi konflik dan perang besar terjadi antara
Syiah-Sunni di Karkh (Terekh), dimana Syiah banyak yang dibantai dan banyak
dibunuh oleh Sunni, Rumah mereka diratakan dan barang-barang berharga dirampas.
Hal ini juga sebab dari kekalahan Islam di tangan Hulagu-Ilkhan. Setelah
membasmi di Alamut, tentara Mongol mengepung Baghdad selam dua bulan. Setelah
perundingan damai gagal, akhirnya khalifah menyerah, namun tetap dibunuh Hulagu
Khan . Pembantaian massal itu menelan
korban sebanyak 800.000 orang.[11]
Secara
ringkas, faktor yang menyebabkan mundurnya dapt dibagi menjadi :
1.
Persaingan
Antar Bangsa
2.
Kemerosotan
Ekonomi
3.
Konflik
Keagamaan
4.
Ancaman
dari Luar[12]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pemerintahan
Dauluh Abbasiyah dapat dibagi menjadi 5 periode berdasarkan perubahan pola
pemerintahan dan politik, yaitu :
-
Periode Pertama (132 H - 232 H / 750 M - 847 M), disebut periode pengaruh Arab dan Persia pertama.
-
Periode Ketiga (334 H - 447 H / 945 M - 1055 M), masa kekuasaan
dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah
Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
-
Periode Keempat (447 H - 590 H /
1055 M - l194 M), masa
kekuasaan Daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah
Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
-
Periode Kelima (590 H - 656 H / 1194
M - 1258 M), masa khalifah bebas dari
pengaruh..
Khalifah
– khalifah yang berperan dalam kemajuan masa Daulah Abbasiyah, yakni :
·
Al Mahdi,
·
Al Hadi,
·
Ar Rasyid,
·
Al Ma’mun,
·
Al Mutasim,
·
Al Watsiq,
·
Al Muttawakkil
Sistem
politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyah antara lain:
¨
Para khalifah tetap dari Arab, sementara para mentri gubernur, panglima
perang dan pegawai lainnya dipilih dari keturunaan Persia dan Mawali.
¨
Kota Baghdad ditetapkan sebagai ibukota Negara dan menjadi pusat
kegiatan politik, ekonomi dan kebudayaan.
¨
Kebebasan mengeluarkan pendapat dan berfikir mendapat porsi yang tinggi.
¨
Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting.
¨
Para mentri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan
tugasnya dalam pemerintahan.
Pada masa Bani Abbasiyah mengalami kemajuan dalam
berbagai bidang, antara lain :
- Bidang Pemerintahan
- Bidang Sosial Dan Ekonomi
o Bidang Peindidikan, Ilmu Pengetahuan dan
Seni.
- Bidang Politik Dan Pemerintahan
Sebab – sebab kemunduruan daulah abbasiyah,antara lain
:
v Persaingan Antar Bangsa
v Kemerosotan Ekonomi
v Konflik Keagamaan
v
Ancaman
dari Luar
0 komentar:
Posting Komentar